Gorontalo, mimoza.tv — Desakan mahasiswa terhadap percepatan penanganan dugaan ijazah ganda Wakil Bupati Gorontalo Utara kembali menguat. Aksi yang digelar Aliansi Mahasiswa Peduli Gorontalo di depan Polda Gorontalo, Senin (17/11/2025), berlangsung tegang dengan sorotan utama pada lambatnya perkembangan penyidikan.
Aksi dipimpin Fikri Abdullah dan dihadiri sejumlah tokoh mahasiswa, termasuk Hendrawan Dwikarunia Datukramat, Presiden BEM UNG 2023, yang menilai penegak hukum belum menunjukkan sikap tegas terhadap laporan publik.
Penyidik Sinyalkan Uji Labfor
Dalam dialog singkat di lokasi aksi, mahasiswa menyebut penyidik telah memberi sinyal bahwa berkas ijazah yang dipersoalkan akan dibawa ke Laboratorium Forensik. Uji ini akan mencakup pemeriksaan tanda tangan, cetakan, tahun penerbitan, hingga kesesuaian data administrasi pada jenjang Pendidikan Nonformal Paket B dan C.
Bagi mahasiswa, langkah Labfor menjadi titik krusial untuk mengakhiri simpang siur yang selama ini mengundang kecurigaan publik.
Permendikbud 35/2012 Jadi Rujukan
Aliansi mengacu pada Permendikbud Nomor 35 Tahun 2012 sebagai dasar menilai adanya potensi cacat formil pada dokumen pendidikan Wakil Bupati. Regulasi ini mengatur standar penerbitan ijazah Paket B dan C, kewenangan lembaga penerbit, serta kelengkapan administrasi pendidikan sebelumnya.
Jika syarat formil tidak terpenuhi, mahasiswa menilai dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan sah dan berpotensi berimplikasi hukum.
PKBM Sam Ratulangi Manado Diminta Hadirkan Fakta
Tuntutan paling keras mengarah pada PKBM Sam Ratulangi Manado, lembaga penerbit ijazah yang kini dipertanyakan. Aliansi meminta penyidik segera memanggil pengelola PKBM tersebut untuk memberikan klarifikasi terkait proses validasi peserta dan riwayat pendidikan yang bersangkutan.
Fikri Abdullah menilai, hingga kini, PKBM belum memberikan penjelasan terbuka kepada publik.
Rakyat Menunggu Jawaban, Bukan Alasan.
Dalam orasinya, Fikri Abdullah menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dianggap remeh.
“Ini cacat formil berdasarkan regulasi. Dirkrimum Polda Gorontalo harus tegas. Setiap hari rakyat menunggu, dan setiap hari pula kejelasan tidak diberikan,” ujarnya.
Ia menutup dengan penegasan bahwa mahasiswa tidak akan membiarkan kasus ini berhenti di tengah jalan.
Hal senada juga disampaikan Hendrawan Dwikarunia Datukramat. Ia menegaskan, diamnya proses hanya memperkuat dugaan publik.
“Ketika penyelidikan berjalan lambat tanpa hasil konkret, wajar publik bertanya. Labfor harus segera dilakukan, pemanggilan PKBM harus segera dilakukan, dan hasilnya harus dibuka secara terang,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa proses hukum yang tidak transparan rentan menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Aliansi menegaskan bahwa aksi hari ini hanyalah permulaan. Mereka akan kembali turun dengan massa lebih besar jika uji Labfor tak segera dilakukan, PKBM tak dipanggil, dan penyidikan tidak menunjukkan kemajuan berarti.
“Jika hukum lambat, kami percepat. Jika hukum diam, kami bersuara,” ujar salah satu orator.
Aksi ini menandai bahwa mahasiswa Gorontalo mulai memasuki fase gerakan tekanan terbuka, menuntut penegakan hukum yang tidak berjalan di ruang gelap. (rls/luk).



