Gorontalo, mimoza.tv – Sidang Praperadilan sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap Hamim Pou kembali dilanjutkan di PN Gorontalo, Selasa (7/5/2023). Dalam sidang itu, Tim Pembela Hukum Hamim menghadirkan ahli.
Dalam wawancara dengan awak media ini, Tim Pembela Hukum (TPH) Hamim Pou yang terdiri dari Hasnia, SHI.,MH., Lukman Ismail SH. MH, Abdul Hanap SH. MH, dan Fahmid Noho, SH, menyampaikan, pemeriksaan terhadap ahli tersebut terkait dengan dalil permohonan dari pemohon, yakni penetapan tersangka itu dianggap tidak sah.
“Penetapan Tersangka tdk didahului pemeriksaan calon tersangka sesuai Putusan MK. Olehnya penetapan tersangka dianggap tidak sah. Karena penetapan pemohon sebagai pemohon itu tidak diawali dengan permintaan atau pemeriksaan calon tersangka. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Harusnya ada pemeriksaan calon tersangka dulu,” ujat TPH.
Tim juga menyorot soal perbuatan termohon dengan mengabaikan Perturan Jaksa Agung yang mengatur limitasi atau batas waktu penyidikan jelas-jelas telah merampas hak asasi pemohon atas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 2 UU. No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Padahal dalam Pasal 268 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-039/A/JA/10/2010 jo PER-017/A/JA/07/2014 tentang Tata Kelola Administrasi Dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus jelas menyebutkan : ayat (1) :Dalam Surat Perintah Penyidikan yang tidak menyebutkan identitas tersangka, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, Kepala Kejaksaan Tinggi atas usul Tim Penyidikan dan saran/pendapat Asisten Tindak Pidana Khusus HARUS menemukan dan menetapkan TERSANGKA ayat (2) : Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, maka dalam waktu paling lama 50 (lima puluh) hari sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, Kepala Kejaksaan Tinggi atas usul Tim Penyidikan dan saran/pendapat Asisten Tindak Pidana Khusus HARUS sudah menemukan dan menetapkan tersangka.
“Dalam peraturan Jaksa Agung ini termohon diberikan batas waktu maksimal 80 hari untuk menemukan dan menetapkan tersangka sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan. Tapi faktanya termohon menetapkan klien kami sebagai tersangka lebih dari 80 hari,” ujar TPH Hamim Pou.
Lanjut TPH, jika dihitung sejak keluarnya Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print[1]33/P.5/Fd.1/01/2020 tanggal 22 Januari 2020 sampai pemohon ditetapkan sebagai tersangka tanggal 17 April 2024, adalah selama 1.547 (seribu lima ratus empat puluh tujuh) hari.
TPH pemohon juga menyampaikan bahwa penetapan tersangka oleh termohon melanggar Pasal 268 ayat (1) dan ayat (2) Perjagung Nomor: PERJA-039/A/JA/10/2010 Tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus
Demikian juga terkait dengan dua alat bukti.
“Dalam UUD Tipikor itu tadi saya pertanyakan juga soal unsur kerugian keuangan negara. Kalau berdasarkan UU Pasal 23 E, memang menyebutkan secara konstitusional bahwa BPK yang berwenang untuk menilai, menentukan, dan menetapkan adanya kerugian negara,” ungkap TPH.
Diluar dari BPK itu, tidak untuk men-declear kerugian Keuangan Negara. Sehingga diperkuat dengan pendapat ahli dalam persidangan itu, di luar dari BPK itu tidak bisa dijadikan untuk alat bukti lantaran lembaga tersebut tidak diberikan kewenangan secara konstitusi untuk menetapkan kerugian keuangan negara.
Menurut penyampaian ahli dalam persidangan itu, dalam proses penyidikan mengutamakan tujuan hukum yakni kepastian hukum terhadap seseorang, dan seseorang seyogiayana tidak dijadikan objek semata, tapi patut dipertimbangkan sebagai subjek.
“Sebagaimana dalam tujuan hukum, olehnya dalam proses penyidikan mengutamakan tujuan hukum, yakni kepastian hukum terhadap seseorang. Seseorang seyogiayana tidak dijadikan objek semata tapi patut dipertimbangkan sebagai subjek. Olehnya patut dipertimbangkan sisi kemanusiaan dan kepastian hukumnya,” tandas TPH Hamim Pou.
Penulis : Lukman.