Gorontaloi, mimoza.tv – Acara Ramah Tamah Perpisahan yang digelar di salah satu hotel di Kota Gorontalo, Sabtu (29-6-2024) itu menjadi kegiatan Purwanto Joko Irianto mengakhiri tugasnya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Sebelumnya pada hari yang sama juga digelar Upacara Adat Gorontalo ‘Modepito’ yang digelar di kediamannya, Rumah Dinas Kajati Gorontalo. Lebih dari setahun yang lalu sosok yang dikenal sebagai pecinta grup band legendaris Koes Plus ini dilantik Jaksa Agung Burhanudin untuk menggantikan Haruna SH, SM, tepatnya pada Selasa (7/2/2023).
Meski bebarapa kalangan yang menganggap bahwa penegakan hukum, terutama soal pemberantasan korupsi masih jauh panggang dari api, namun ada yang patut diapresiasi selama Purwanto menahkodai Korps Adhyaksa di Gorontalo sekitar 1,4 tahun. Sebut saja perkara korupsi PDAM jilid satu (jilid dua ada tersangka lainnya). Termasuk perkara gratifikasi proyek Jalan Pandjaitan.
Paling menghebohkan dan penuh drama adalah ketika momen Lebaran Ketupat beberapa bulan lalu, sosok berpangkat bintang dua itu menetapkan status tersangka terhadap mantan orang nomor satu di Kabupaten Bone Bolango. Hamim Pou dalam perkara penyelewengan dana Bansos. Penuh drama lantaran beberapa hari setelah mendekam di Lapas Gorontalo, Hamim harus di rujuk ke RS Toto lantaran kondisi kesehatan. Bahkan banyak kalangan juga menyorot soal tidak adanya pembantaran sebelum Hamim di rujuk ke RSPAD Gatot Soebroto untuk menjalani perrawatan lebih lanjut, hingga status penangguhan.
Pasca Hamim mendapatkan tiket ‘Penangguhan’, sorotan kepada Purwanto bersama korps yang dipimpinnya itu datang dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satunya dari tokoh masyarakat Bone Bolango, Niko Ilahude, yang meinta Kajati Gorontalo agar lurus-lurus saja dalam penanganan kasus perkara itu.
Niko berharap bahwa hukum benar-benar ditegakkan, dan tidak memilih siapa pun. Siapa yang salah harus di hukum. Siapa yang menikmati uang yang salah dalam kebijakan ya harus di hukum. Jangan lagi dilepas-lepas. Karena itu bisa merusak citra hukum di mata masyarakat.
Bahkan jelang akhir tugas sebaga Kajati, pernyataan keras juga datang dari Gorontalo Corruption Watch (GCW) yang menyoroti kinerja Purwanto Joko Irianto, dalam penangan kasus korupsi di Gorontalo. GCW menilai, penanganan kasus korupsi di Gorontalo itu terkesan amburadul dan konyol.
Bukan hanya sorotan, sekitar bulan April 2024 yang lalu juga bahwa penanganan perkara dengan tersangka Hamim itu mendapat tekanan dari pihak tertentu, meskipun hal tersebut ditepis oleh Purwanto Joko Irianto bersama Asisten Intelijen, Otto Sompotan. Keduanya menepis bawa selama ini tidak ada intervensi dan tekanan dari pihak manapun terkait dengan penanganan perkara Bansos Bone Bolango tersebut, dan menegaskan komitmen Kejati Gorontalo dalam menuntaskan perkara dugaan korupsi yang melibatkan Hamim.
Bahkan dalam konferensi pers saat penetapan dan penahanan Hamin, yang digelar di Aula Kejati Gorontalo, Rabu (17/4/2024), Kajati mengatakan, dalam waktu yang tidak lama lagi pihaknya akan menyampaikan kembali status tersangka Hamim dalam perkara korupsi yang nilainya sekitar Rp. 24 miliar tersebut.
Sampai dengan detik tulisan ini tayang, dan mungkin Purwanto Joko Irianto telah tiba di kampung halamannya, perkara korupsi itu mandeg dan menyisahkan banyak tanya. Ada apa dengan Kejaksaan? Apakah Kajati pengganti Purwanto yang akan meneruskan? Mengapa sampai terhenti? Mengapa belum tahap dua? Mengapa belum dilimpahkan?, dan sederet pertanyaan lainnya.
Di satu sisi yang dapat dipahami, apapun kritik dan pernyataan keras dari berbagai kalangan itu bagian dari dinamika, dan dapat dimaknai sebagai bentuk kecintaan kepada korps Adhyaksa dalam hal penegakan hukum di Gorontalo. Kritikan itu menjadi vitamin bagi aparat untuk memberantas praktek korupsi.
Meskipun di sisi yang berbeda juga, mengapa hal itu tidak ditanyakan kepada tersangka Hamim. Mengapa sampai prapid? Mengapa sampai berobat ke Jakarta? Apakah di RS Toto tidak cukup? Berapa kali bolak-balik ke DPP salah satu partai? Ada apa harus menemui ketua partai? Dan segudang pertanyaan lainnya.
Karena butuh suatu usaha yang luar biasa untuk bisa membuat seorang Purwanto, pria dengan pangkat dua bintang itu untuk memberikan tiket yang bernama “penangguhan”. Mengingat, Hamim sendiri bukanlah siapa-siapa lagi, melainkan hanya seorang mantan Bupati dan juga mantan ketua salah satu partai politik di Gorontalo… Wallahu alam.
(Redaksi)