Oleh: Dahlan Pido, SH., MH., Prkatisi Hukum/Advokat Senior
Amanat Undang-undang (UU) No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, jalan merupakan bagian dari layanan publik yang masih kerap kita temui dalam kegiatan sehari-hari. Kondisi jalan dan sekitarnya (saluran air/got) disekitar atau depan rumah, bangunan usaha kita tidak selamanya baik dan mulus, banyak kita jumpai rusak yang lama tidak diperbaiki. Jalan dalam kondisi rusak, baik ringan maupun berat itu menjadi kewenangan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten ataupun kota.
Apabila ada kerusakan yang diterlantarkan oleh pelayan publik, ada Pasal Pidana bagi penyelenggara jalan yang lalai mengawasi jalan rusak hingga membuat kecelakaan lalu lintas. Ancaman hukumannya ada dalam Pasal 273 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maksimal sanksi 5 tahun penjara. Demikian juga dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan), dalam Pasal 1 angka 14, penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan UU Jalan adalah pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota,
Kondisi jalan rusak disekitar atau depan rumah atau bangunan usaha kita, kerap menimbulkan rasa kesal karena menambah waktu tempuh perjalanan bertambah, yang mau tak mau, suka tidak suka masyarakat harus melalui jalan rusak tersebut, karena tidak ada akses jalan alternatif lain yang dapat dilalui.
Saking kesalnya, karena jalan rusak tak kunjung mendapat perbaikan, tak jarang warga menjadikan jalan rusak sebagai ajang menyampaikan protes kepada pemerintah, mulai dari menanam pohon pisang, jika itu got terndam air yang meluap menjadi tempat berenang anak-anak. Jangan sampai jalan hanya diperbaiki menjelang Pilkada, Pilpres dan Pileg, atau dipebaiki jika Presiden dan pejabat pusat akan berkunjung.
Pemerintah sebagai penyelenggara pelayan publik dituntut untuk memberikan pelayanan yang prima, sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Pertama, melakukan inventarisasi tingkat pelayanan jalan dan permasalahannya. Kedua, menyusun rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan jalan yang diinginkan. Ketiga, perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas jalan. Keempat, perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan jalan. Kelima, penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan. Keenam, uji kelaikan fungsi jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan ketujuh, pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana jalan.
Tanggung jawab penyelenggara jalan, mempunyai sanksi bagi penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan rusak, yakni dapat dikenakan hukuman Pidana selama 6 (enam) bulan atau denda Rp. 12 juta. Selain itu, jika jalan rusak tidak kunjung diperbaiki hingga mengakibatkan luka berat pada pengguna jalan, maka penyelenggara jalan dapat di Pidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Rp. 24 juta. Jika mengakibatkan orang itu meninggal dunia, penyelenggara jalan dapat di Pidana penjara paling lama 9 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 120 juta. Tak hanya jalan rusak yang menimbulkan korban luka/kematian saja, bahkan jika penyelenggara jalan yang tak kunjung memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki, maka penyelenggara tersebut dapat di Pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda Rp. 1.5 juta, sebagaimana ketentuan Pasal 273 UU LLAJ No. 22 tahun 2009.
Tentu tidak semua orang tahu bahwa ada kewajiban bagi penyelenggara jalan untuk memperbaiki jalan dan infarstruktur sekitar, supaya pengguna jalan dan pemilik rumah, bangunan yang terdapat di depan atau sekitanya, agar tak terus menerus mendapati jalanan yang rusak, bahkan bisa mencelakakan karena jalan rusak. Pengguna jalan dapat menyampaikannya kondisi dan lokasi jalan rusak pada instansi terkait, baik itu pada level kementerian, ataupun dinas terkait, seperti dinas pekerjaan umum.
Oleh karena itu, kepada pengguna jalan, untuk menggunakan saluran yang telah disediakan negara, untuk menampung dan menindaklanjuti keluhannya terhadap pelayanan publik jalan, seperti Ombudsman (sebagai lembaga pengawas pelayanan publik). Hal ini dilakukan agar bentuk kekecewaan terhadap pelayanan infrastruktur (jalan dan saluran) tersebut, disampaikan secara tepat sasaran, dan dapat ditindaklanjuti secara transparan dan sesuai pada kewenangannya.
Sekian dan terima kasih.