Gorontalo, mimoza.tv – Beberapa waktu belakangan ini beredar informasi soal Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo tengah mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga minyak dan gas (migas) di Provinsi Gorontalo. Sejumlah agen dari Kota Gorontalo hingga Kota Bitung, Sulawesi Utara, dipanggil untuk memberikan klarifikasi terkait kasus ini.
Informasi yang beredar, surat tersebut untuk meminta keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga migas, antara tahun 2020-2025 berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Nomor PRINT-132/P.5.5/Fs.1/02/2025 Tanggal 11 Februari 2025. Beberapa perusahaan yang diduga terlibat dalam praktik ilegal ini.
Selain agen distribusi, dugaan keterlibatan juga mengarah pada sejumlah end user besar yang memanfaatkan minyak ilegal untuk meraup keuntungan dengan menggelapkan pajak. Beberapa industri besar di Pohuwato dan Paguyaman, kontraktor di Pohuwato dan Kota Gorontalo, serta perusahaan tambang dan subkontraktor proyek strategis nasional di Bone Bolango diduga telah mengonsumsi ribuan ton minyak ilegal tanpa pajak.
Maraknya perdagangan minyak ilegal di Gorontalo berdampak pada kerugian Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Distribusi bahan bakar tanpa izin dan tidak memenuhi persyaratan perpajakan menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara. Diperkirakan, penerimaan pajak yang hilang akibat peredaran minyak ilegal ini mencapai Rp150–200 miliar per tahun, dengan konsumsi bulanan mencapai 1.500–1.750 kiloliter.
YN, seorang pejabat di Badan Keuangan Provinsi Gorontalo, mengungkapkan bahwa praktik perdagangan minyak ilegal ini telah berlangsung sejak 2018. Dalam wawancara pada Kamis (6/3/2025), ia menyatakan pernah menemukan kasus serupa saat melakukan pengawasan perdagangan BBM di Gorontalo. Beberapa perusahaan awalnya membantah keterlibatan, namun akhirnya bersedia menjadi wajib pajak dari luar Gorontalo setelah diperlihatkan bukti-bukti di lapangan.
“Kami mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak perusahaan-perusahaan tersebut. Saat itu, kami bekerja sama dengan Wakil Koordinator dan Supervisi Wilayah V KPK,” ujar YN.
Pada Februari 2025, YN bersama timnya kembali berhasil menangkap perusahaan yang sama. Semua data telah diserahkan ke Kejati Gorontalo untuk penyelidikan lebih lanjut.
Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, I Dewa Gede Wirajana, S.H., M.H., melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Dadang S Djafar, membenarkan adanya pengungkapan kasus tersebut.
“Informasinya memang demikian. Saat ini masih dalam tahap pemanggilan beberapa pihak untuk dimintai keterangan. Belum ada pemanggilan saksi,” ujar Dadang pada Kamis (6/3/2025).
Meski membenarkan adanya pengungkapan kasus ini, Dadang mengaku belum mendapatkan informasi lebih rinci mengenai siapa saja dan berapa banyak pihak yang telah diperiksa.
Regulasi PBBKB dan Potensi Kerugian Negara
PBBKB adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Besaran pajak ini berkisar antara 5 hingga 10 persen dari harga jual sebelum pajak.
Potensi kerugian akibat peredaran minyak ilegal ini diperkirakan mencapai 5–7,5 persen dari harga per liter yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, penyalahgunaan pasokan BBM subsidi untuk kepentingan industri juga memperburuk situasi, menyebabkan kelangkaan dan antrean panjang di masyarakat.
Pihak terkait diharapkan mengambil langkah tegas untuk menertibkan peredaran minyak ilegal dan meningkatkan penerimaan pajak daerah. Aparat penegak hukum, terutama yang terkait dengan industri strategis seperti pelabuhan, pabrik, dan pertambangan, diharapkan menjaga kelancaran pasokan BBM subsidi serta memperketat pengawasan agar potensi kerugian negara dapat diminimalkan.
Penulis : BP/Luk.