Gorontalo, mimoza.tv – Provinsi Gorontalo mencatat capaian positif dalam indikator ketenagakerjaan tahun 2024. Dalam rilis resmi yang disampaikan oleh Kepala BPS Provinsi Gorontalo, Mukhamad Mukanif, pada Senin (2/6/2025), disebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) Gorontalo berada pada angka 3,13 persen. Ini menandakan bahwa sebagian besar penduduk usia kerja di daerah ini telah terserap dalam lapangan pekerjaan.
Kabupaten Gorontalo mencatat TPT terendah, yakni 2,64 persen, disusul Gorontalo Utara (2,79 persen) dan Boalemo (3,06 persen). Di sisi lain, Kota Gorontalo mencatat TPT tertinggi sebesar 3,89 persen, menunjukkan tantangan tersendiri di daerah perkotaan.
Untuk Tingkat Kesempatan Kerja (TKK), hampir semua kabupaten/kota berada di atas 96 persen. Kabupaten Gorontalo menempati posisi tertinggi dengan 97,36 persen, disusul Gorontalo Utara (97,21 persen), dan Pohuwato (96,88 persen).
Adapun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi Gorontalo tercatat sebesar 69,95 persen, dengan Pohuwato sebagai daerah dengan partisipasi tertinggi (72,00 persen), dan Kota Gorontalo terendah (66,61 persen).
Buruh dan Usaha Mandiri Mendominasi, Pekerja Tak Dibayar Masih Signifikan
Dalam kesempatan yang sama, Mukhamad Mukanif juga memaparkan data ketenagakerjaan terbaru per Februari 2025 berdasarkan status pekerjaan. Disebutkan bahwa pekerja di Provinsi Gorontalo didominasi oleh buruh/karyawan/pegawai sebanyak 216.154 jiwa, diikuti oleh pekerja berusaha sendiri sebanyak 138.140 jiwa.
Menariknya, terdapat 109.896 jiwa yang tercatat sebagai pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar. Sementara itu, pekerja keluarga atau tak dibayar juga cukup besar jumlahnya, yaitu 59.234 jiwa, mencerminkan masih kuatnya peran ekonomi keluarga dan sektor informal.
Pekerja bebas di sektor pertanian tercatat sebanyak 49.331 jiwa, sedangkan di sektor non-pertanian mencapai 30.650 jiwa. Sektor ini masih menjadi bantalan ekonomi utama, terutama bagi masyarakat di wilayah pedesaan.
Catatan Kritis
Mukhamad Mukanif menekankan bahwa meski indikator makro ketenagakerjaan menunjukkan tren positif, masih ada tantangan signifikan, terutama terkait kualitas pekerjaan dan perlindungan sosial tenaga kerja informal.
“Ke depan, peningkatan kompetensi tenaga kerja, perluasan akses pelatihan vokasional, serta penguatan sektor UMKM dan pertanian produktif menjadi kunci,” ujar Mukanif menutup pemaparannya.
Data ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam merancang kebijakan ketenagakerjaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Penulis: Lukman.