Gorontalo, mimoza.tv – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gorontalo menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Gorontalo, HK, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek peningkatan Jalan Samaun Pulubuhu-Bolihuangga. Selain HK, dua orang lainnya, yakni SP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan ST selaku konsultan pengawas, juga ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (7/2/2025). Ketiga pun langsung ditahan.
Namun, keputusan Kejari ini menuai kritik dari Gorontalo Corruption Watch (GCW). Koordinator GCW, Deswerd Zougira, menilai Kejari bersikap tebang pilih dalam menangani kasus ini.
“Kajari bilang ada aliran dana dari kontraktor ke tersangka. Kalau begitu, kontraktornya juga harus ikut ditahan. Kajari berdalih kesulitan menahan kontraktor karena ia tinggal di Manado, tetapi faktanya kontraktor tersebut sudah diperiksa. Jadi di mana letak kesulitannya? Lagi pula, kalau dia tinggal di Antartika, barulah sulit,” ujar Deswerd dengan nada tegas.
Deswerd menekankan bahwa penegakan hukum harus memberikan rasa keadilan bagi semua pihak. Menurutnya, tidak adil jika hanya pejabat yang ditahan, sementara kontraktor yang diduga turut terlibat justru lolos dari jerat hukum.
“Saya tahu kontraktornya ini orang berduit, ada bosnya. Terinformasi diduga uang suap itu dari bosnya. Seharusnya dia juga ikut ditahan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Deswerd menyebut bahwa berdasarkan informasi yang ia peroleh, ada dugaan suap dari kontraktor kepada para tersangka serta indikasi kerugian keuangan negara dalam kasus ini.
“Kerugian keuangan negara memang sudah dikembalikan, tapi itu tidak menghapus perbuatan pidana. Lantas, mengapa kontraktornya masih dibiarkan bebas?” tandasnya.
Kasus ini terus menjadi sorotan publik, khususnya terkait dengan transparansi dan keadilan dalam proses hukum yang sedang berjalan. Kejari Kabupaten Gorontalo pun diharapkan dapat bertindak tegas dan adil dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi ini.
Penulis: Lukman.